Nasib Pentolan IPMAKUSI (8), Fitri: Srikandi yang Jadi “Cik Gu

Nasib Pentolan IPMAKUSI (8), Fitri: Srikandi yang Jadi “Cik Gu
Pentolan Ikatan Pemuda Mahasiswa Kuansing Pekanbaru (8) Fitri dan Mardianto Manan

Ditulis oleh: Sahabat Jang Itam
-----------------
Sering terjadi benturan bagi seorang mahasiswa yang sibuk di organisasi, urusan kuliah terbengkalai. Sebaliknya sibuk kuliah, organisasi pula yang terbengkalai.

Namun itu tidak terjadi padadiri WALNI FITRI – salah seorang “srikandi” IPMAKUSI kelahiran Paboun, Kuantan Mudik ini. Fitri sapaan akrabnya berhasil melakoni keduanya: sejalan, seimbang, saling mendukung dan melengkapi.  

Buktinya Fitri berhasil menuntaskan sarjana strata satu (S-1) FKIP UNRI di Jurusan Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau dalam waktu 3 tahun 4 bulan. Masuk Juli 2000, lulus  pada April 2004.

Kemunculan Fitri di IPMAKUSI pertama kali  saat rapat bulanan IPMAKUSI.  Ia datang bersama Sekretaris Umum IPMAKUSI “si-lesung pipi”  Herman Susilo.  

Kehadiran Fitri langsung mendapat sambutan hangat. Gayanya yang riang didukung pula oleh paras yang cantik dan imut serta cepat akrab menjadikannya “idola baru” di hati pengurus IPMAKUSI.

Sandi  mengaku memanggil  Fitri sejak dulu si-cantik. Mengapa? “cantik parasnya, cantik hatinya, dan cantik pula budi bahasa dan prilakunya,” ujar pentolan IPMAKUSi dari Kecamatan Kuantan Tengah ini.

Si-cantik Fitri  kata Sandi mampu mengikuti jejak seniornya Fadhilawati menjadi ujung tombak dalam setiap kegiatan yang digelar IPMAKUSI.

“Si-cantik bersuara merdu  ini selalu didaulat menjadi MC. Dan ketika Butet  “pensiun” jadi bendahara, si-cantik ini pula  yang menggantikannya,” jelas alumni  Fakultas Perikanan Universitas Riau ini.

Sandi mengibaratkan Butet sapaan akrab  Fadhilawati dan  si-cantik Fitri ibarat  ikan dengan garam. Artinya kehadiran kedua srikandi yang baik hati itu selalu dinanti dan dihati – tapi bukan untuk dimiliki.

Maksudnya San.....? "Mereka bisa melengkapi hati kami para lelaki yang gersang ini. Mereka ibarat oase di tengah gurun tandus yang siap memberikan  masukan berguna untuk perkembangan organisasi,"  ujar Sandi bernada puitis.

Yang jadi pertanyaan adalah kenapa Sandi memanggil Fitri si-cantik bukan namanya: WALINI atau FITRI. Sandi hanya berkata: biarlah menjadi rasia kami berdua. “Saya senang dengan panggilan itu dan Fitri juga nyaman,” jelasnya.

Fitri bersama seniornya juga pernah mengikuti demo di “BATE” Kasang Lubuk Jambi, Kuantan Mudik. “Senang hati kami kalau si-cantik (Fitri) ikut demo bersama kami. Kalau si-cantik itu tak ikut, sakitnya tu di sini,” ujar Sandi sambil menunjuk dadanya.

Menurut Sandi kehadiran IPMAKUSI  waktu demo di “Bate”  disambut hangat masyarakat tempatan. Tapi realitas di lapangan berkata lain. Ternyata itu hanya kamuplase, di lapangan mereka tak ikut bersama kami,”  ujar Sandi mengenang.

Usai demo di Bate, Fitri juga ikut mempersiapkan kegiatan Mubes IPMAKUSI se-Indonesia di Telukkuantan dan serangkaian kegiatan lainnya.

“Berada di tengah-tengah IPMAKUSI hati  ini terasa senang. Banyak kegiatan positif yang kami lakukan untuk Kuantan Singingi.  Itulah darma bakti kami," ujar anak ketiga dari lima bersaudara dan perempuan satu satunya ini.

Usai menamatkan pendidikan  di Universitas Riau, Fitri  mengabdikan dirinya sebagai  pendidik (guru) yang menjadi cita-citanya sedari kecil. Ia menjadi Guru Bantu Pusat di SMP 1 Sungai Lala Kabupaten Indragiri Hulu (2005) dan diangkat jadi PNS di tempat yang sama  pada 2008.

Dari Sungai Lala, Fitri pindah  ke SMP 1 Pasir Penyu juga di Kabupaten Indragiri Hulu (2014 – 2019).  Sejak 2019 ia bertugas di SMP 4 Pekanbaru.

Sebagai seorang guru, Fitri mengembangkan bakatnya sebagai penulis. Sejumlah karya telah dihasilkan yang berguna baik bagi guru maupun siswa.

Karya perdanya berjudul “Guru Cerdas Generasi Emas” mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan  sebagai guru penulis terbaik se-Indonesia dan Perpusnas tahun 2019.

Menyusul novelnya: “Risalah Hati" terbit 2021. Bersama rekannya sesama guru, Fitri  menerbitkan antologi: “Model-model Pembelajaran” terbit 2019.

Kemudian bersama penulis perempuan Riau pada 2021, Fitri  menerbitkan antalogi cerpen: “Perempuan Berdaster” 2021.

Kemudian bukunya: “Pengembangan Bahan Ajar IPS Implementasi Kurikulum Merdeka” menjadi bahan ajar untuk guur IPS pada kurikulum Merdeka  beserta e-Book. Karya ini mendapatkan HAKI dari Kementerian Hukum Hak Azasi Manusia RI.

Fitri yang menyelesaikan  megister pendidikan di Universitas Riau tahun 2023  semasa kuliah juga sering melakukan diskusi dengan tokoh Riau dan Kuantan Singingi. Sebut saja Dr. Chaidir,  Drs. Asrul Ja’afar, H. Sukarmis, Septina Primawati,  S.E, Drs. Alwis, M.Si  dan lainnya.

Kini Fitri yang sedari kecil sudah  di didik ayahnya RAJA HATTA  menjadi seorang anak perempuan yang mandiri juga membuat blog membagikan pengalaman pribadi dan  pandangannya terutama tentang pendidikan.  

Sebagai bloger aktivitasnya bisa dilihat di:  walnifitrihatta. blogspot.com.
-----------------
Mardianto Manan: Pejuang Berhati Mulia

Sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diterbitkan Pemerintah Pekanbaru pada 1  Juli 2016 namanya adalah MARDIANTO.  Tapi orang Kuantan Singingi lebih mengenalnya dengan sapaan MARDIANTO MANAN yang disingkatnya dengan MM.

Soal nama MANAN di belakang namanya banyak yang mengaitkan dengan mantan Wali Kota Tanjungpinang SURYATATI A MANAN dan mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Riau ABDUL MANAN SAIMAN.
 
Lalu apakah  Mardianto Manan punya hubungan  kekerabatan dengan kedua mantan petinggi di Provinsi Kepulauan Riau itu? Ia hanya tersenyum. “Ah sudahlah… “ katanya singkat.

WILLIAM SHAKESPEARE pernah mengungkapkan: "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." (Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi).  

Yang jelas nama  MANAN di belakang namanya berasal dari nama ayahnya H. ABDUL MANAN asal PANGIAN yang menikah dengan Hj ROSLAINI.  Pasangan ini punya lima orang buah hati, satu di antaranya adalah Mardianto yang lahir pada 3 November 1969.

Mardianto punya cerita unik tentang namanya yang hanya beda satu hurup dengan Gubernur Jawa Tengah periode 1998-2003 dan 2003-2007: MARDIYANTO.

“Ketika Pak Mardiyanto dilantik jadi Gubernur Jawa Tengah periode kedua (2003-2007) terbit iklan di RIAU POS yang isinya: “Selamat Atas Pelantikan Mardianto Manan sebagai Gubernur Jawa Tengah. Orang pada nelpon saya sembari mengucapkan selamat seperti yang ada di koran itu. Tentu saya kaget,” ujarnya tersenyum. 

Namun setelah membeli koran Riau Pos dan membaca ucapan selamat, ia tersenyum. Rupanya Riau Pos salah tulis nama. Yang dilantik Mardiyanto yang ditulis Mardianto Manan. Esok harinya Riau Pos meralat isi iklan tersebut dengan menyebut terjadi kesalahan dalam penulisan nama: Mardiyanto bukan Mardianto Manan.

Terlepas dari kekeliruan itu, Masyarakat  Kuantan Singingi lebih mengenal sosok Mardianto kritis dan peduli terhadap masyarakat yang acap kali mengalami persoalan sosial. Namun di balik sifat kritisnya itu ada sisi kelembutan nan romantis yang jarang diketahui orang banyak.

Mungkin hanya Tin Triani mantan pacar yang kini jadi istrinya yang lebih banyak  tahu bahwa suaminya (Mardianto) itu hatinya selembut salju. Begitu juga dengan ketiga anaknya: Dian, Fadillah, dan Andika yang kini beranjak dewasa.

Sikap kritis Mardianto itu sebenarnya sudah tampak sejak duduk di bangku SMP di Pangian.  Pada tahun 1985 M. DIAH Z - Rektor Universitas Riau (1993-1998) setelah meraih gelar doktor atau Philosphy (PhD) dari Universitas of Illionis AMERIKA SERIKAT   “pulang kampung” ke Pangian. M. Diah  memberikan ceramah dihadapan anak SMP Pangian untuk memberikan motivasi.

Ketika M. Diah membuka sesi tanya jawab, hanya Mardianto seorang dengan “songongnya yang berani bertanya. Yang lain membisu bagaikan patung atau burung pungguk merindukan bulan.

“Perkenalkan nama saya Mardianto. Bapak saya Abdul Manan. Bla.. bla… bla…. Saya mau menjadi doktor seperti Bapak. Bagaimana caranya? Mohon petunjuk agar kelak nama saya jadi DOKTOR MARDIANTO.”

M. Diah hanya menjawab: harus rajin belajar, jangan pernah putus asa dalam menuntut ilmu.  “Tuntutlah ilmu setinggi langit. Kejarlah ilmu itu sampai ke Negeri  Cina sekalipun,”  jawab M. Diah  tersenyum.

Rupanya pertanyaan Mardianto itu jawabannya menjadi kenyataan.  Mardianto meraih gelar doktor setelah mengikuti “Ujian Promosi Terbuka Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau,’ Kamis, 29  Juli 2021. Ia meraih IPK 4,0 atau predikat CUMLAUDE. Saluuuuuuuuuuuut.

Mardianto merupakan anggota DPRD Riau menjadi satu-satunya anggota DPRD Riau periode 2019-2024 yang berhasil meraih gelar doktor. Hanya dua wakil rakyat bergelar doktor dari Kuantan Singingi. Selain  dirinya ada Ketua DPRD Kuantan Singingi Dr. ADAM, S.H., M.H.

Perjalanan Mardianto yang juga disapa Edi Monan ini sebagai aktivis sebenarnya cukup panjang. Setelah kalah dalam pemilihan  Ketua IPMAKUSI  oleh  Apriadi pada 31 Mei 1999, ia sempat “merengguik.” Berkat nasehat pujaan hatinya yang waktu itu tengah kuliah di UGM Yogyakarta, ia cepat bangkit kembali.

Perjuanganya dalam pemekaran  hingga  Kuantan Singingi  resmi menjadi kabupaten pada 12 Oktober 1999 memang total. Kendati bayang-bayang ancaman pembunuhan selalu menempa dirinya, dia tak pernah mundur selangkahpun.

Mardianto pernah menjadi  Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Unggulan Swarnadwipa (STT - US) Kuantan Singingi. Sayang, ketika STT US melebur jadi Universitas Islam Kuantan Singingi (UNIKS), ia tak  pernah diundang ketika UNIKS mewisuda mahasiswanya. Nasib…….

Mardianto memang sempat protes. Tapi seiring perjalanan waktu ia tahu diri.  “Mungkin panitia Lupa atau Dilupakan ketika membuat undangan. Bisa juga terjadi undangan untuk kami itu  Nyangkut atau Hanyut di Sungai Kuantan,” ujar anggota DPRD Riau dari PAN ini singkat.

Sebagai pejuang berhati mulia, ada harapan dari pentolan IPMAKUSI yang dulu berjuang bersamanya dalam pemekaran Kuantan Singingi.  

“Ingat-ingat juga kami Bang Edi Monan - pejuang tanpa SK ini. Sampaikan salam kami kepada Pak Bupati,” harap Jang Itam.

Harapan senada juga tertumpang kepada Sardiyono anggota DPRD Riau yang dulu besar dan berjuang bersama IPMAKUSI. Muda-mudahan 2024 pada ulang tahun ke-24 alumni IPMAKUSI yang tergabung dalam Sahabat Jang Itam bisa melihat riuh rendah kemeriahan HUT Kuantan Singingi secara langsung bukan dari media cetak atau online dan youtube.

Bravo MM. Salam sukses…

Berita Lainnya

Index