Nasib Pentolan IPMAKUSI (4) : Aprizon “Main” di Provinsi

Nasib Pentolan IPMAKUSI (4) : Aprizon  “Main” di Provinsi
Pentolan Ikatan Pemuda Mahasiswa Kuansing Pekanbaru (4)

Penulis: Sahabat Jang Itam

Kuansing - Cukup muda mengenal sosok yang satu ini. Postur tubuhnya tinggi semampai, kurus, dan langsing. Sekarang,  kelihatan mulai “padat dan berisi.”

Waktu kuliah di Fakultas Pertanian UNRI,  Ijon sapaan akrabnya  tergolong aktif dalam pelbagai kegiatan atau organisasi  di kampus maupun luar kampus.

Di kampus,  Ijon aktif di Senat, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan lainnya. Di luar kampus, ia aktif di Ikatan Pemuda Mahasiswa Kuantan Singingi (IPMAKUSI)

Ketika ada di antara mahasiswa asal Kuantan Singingi yang ragu atau tak peduli, Ijon berada di garis terdepan dalam mendukung pemekaran Kuantan Singingi.  

Ucapan sederhana yang sering diucapkannya dalam mendukung pemekaran  Kuantan Singingi itu adalah:  Kalau tidak sekarang kapan lagi. Kalau bukan kita yang mendukung siapa lagi.

Ijon digelari ajudan “tak resmi” dari Philip sapaan akrab Apriadi Ketua IPMAKUSI. Di mana Philip berada, di situ hampir bisa dipastikan pasti ada Ijon.  Mereka bagaikan lem dengan perangko  lengket tak terpisahkan.

“Philip hanya percaya sama “si-Tonjang” ini,” ujar rekannya  di IPMAKUSI, Budi Pulau Dore  yang memanggil Ijon dengan sapaan si-Tonjang. Artinya tinggi semampai  bagaikan tiang televisi. Hahahaha.

Selesai kuliah di UNRI, Ijon bergabung dengan Organisasi Kepemudaan dan Olahraga di Provinsi Riau seperti Pemuda Pancasila, AMPI, KNPI,  KONI, dan lainnya.  Seleranya agak tinggi. Jika kawan-kawan seperjuanganya “main” dilevel Kabupaten, Ijon  malah “main” dilevel Provinsi

Ia juga bergabung dengan  Partai Golkar dan duduk dalam keperngurusaan DPD Patai Golkar Provinsi Riau. Beberapa kali ia daftar jadi Calon Legislatif (Caleg) untuk DPRD Riau tapi masih gagal.  

Namun Ijon kelihatannya tidak trauma, apalagi putus asa. “Kegagalan merupakan  sukses yang tertunda,” katanya tersenyum.

Namun _sama_ dengan kebanyakan pentolan IPMAKUSI lainnya, setiap ada acara HUT Kabupaten Kuantan Singingi, Ijon tak pernah mendapat undangan.  “Dikabari saja tidak, apalagi diundang,” ujarnya.

Padahal dulu, Ijon aktif  membantu persiapan pemekaran Kuantan Singingi. Ia  ikut mengantarkan surat undangan rapat kepada tokoh perjuangan dan aktif dalam setiap rapat pemekaran Kuantan Singingi. Sekarang setelah  puluhan tahun Kuantan Singingi mekar, terlupakan atau dilupakan.  

“Biarlah semua itu menjadi amal,” jelasnya.
-----------------

Marwan:   Jadi Kades, Gagal Caleg
-----------------
NAMANYA Marwan. Beken dipanggil BUJANG SUCI WAN PUTRA PALOSU Diwaktu Aliansi Reformasi Inhu (ARI) melakukan aksi demo ke Rengat tahun 1998, dia Kordinator Lapangan (Korlap) Demo  dari Kecamatan Pangian.  

Penampilannya nyentrik  bagaikan “seniman senen” . Dia dijuluki juga “Chairil Anwar”nya  mahasiswa ketika itu. Waktu unjukrasa ke Rengat puisinya yang berjudul ‘Ruchiyat Saefudin itulah yang membuat heboh.

Marwan berani mengkritisi Bupati Inhu saat itu melalui  puisi-puisi yang dikarangnya. Bisa dibaca di Buletin Elang Pulai, kalau arsipnya masih ada.  Buletin yang diasuh Marwan itu konon tersebar hingga ke Jakarta, Jogja dan Solo dan selalu ditunggu kehadirannya oleh masyarakat asal Pangian di perantauan.

Marwan merupakan  pengarang sekaligus  Pimpinan Redaksi Buletin Elang Pulai yang diterbitkan Ikatan Pemuda Remaja Pangian (IPERPA) di Pekanbaru.  

Usai menamatkan pendidikan di Fakultas Pertanian  Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru dia sempat berwiraswasta. Pulang kampung  waktu masih bujangan sempat menjadi _Kepala Desa_ (Kades) di Desa Pauangit,  Pangian selama satu periode (enam  tahun).  

Kemudian Marwan  nikah dengan gadis pilihannya di Desa Sekaping, Pangian.  Oleh masyarakat setempat,  Marwan dipercaya menjadi Kades satu periode di Desa Sekaping.

Setelah itu dia terjun ke Politik. Pilihannya jatuh ke PAN. Sempat ikut jadi caleg PAN 2009, namun gagal. Kemudian  gabung dengan PDIP dan ikut caleg 2019 kembali gagal.

Sekarang dia focus ke kebun. “Kami  kini  (mantan pejuang sekaligus pengurus IPMAKUSI) banyak nan pergi ke hutan. Orang lupa dengan perjuangan kami dulu. Nasib kamilah di kampung berginillah,” ujar Budi rekan seperjuangan Marwan. 
-----------------

Musliadi:  Cimui atau Cak Mus

Rekan-rekannya di Ipmakusi memanggil Musliadi dengan CIMUI Entah mengapa pula ketika  duduk sebaga wakil rakyat  namanya dipanggil Cak Mus.

Panggilan Cak itu terutama di Jawa Timur merupakan panggilan kepada lelaki yang dianggap lebih tua atau dituakan.  Cimui mungkin satu-satunya  putra asli kelahiran Kecamatan Cerenti sampai sekarang yang dipanggil Cak.

Namun panggilan Cak itu tak perlu diperdebatkan.  Jika yang dipanggil Cak itu senang,  tak ada masalah. Lain halnnya jika sebaliknya. Cimui tampatnya nyaman dengan panggilan Cak Mus itu.  

Sedari  kuliah di IAIN Susqa Pekanbaru, jiwa petualang Cimui  memang sudah kelihatan.  Penampilannya yang nyentrik dengan postur tubuh yang agak pendek dibandingkan dengan aktivis mahasiswa lain membuatnya mudah dikenali.

Usai  kuliah du IAIN Susqa, Cimui  bergabung bersama seniornya M. Dunir  dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai ini pula yang mengantarnya duduk sebagai wakil rakyat di DPRD  Kuantan Singingi selama dua periode.  Sementara seniornya M. Dunir tak sampai satu periode duduk di DPRD Provinsi Riau.

Tahun 2019, Cimui  mencoba bertarung/maju di DPRD Provinsi Riau Daerah Pemilihan Kabupaten Kuantan Singgingi dan Indragiri Hulu namun gagal. “Dalam perjuangan  politik menang dan kalah itu biasa. ”katanya memberi alasan.

Namun Cimui tak akan pernah menyerah.  Lelah boleh, menyerah jangan.  “Kemenangan itu harus diperjuangkan, bukan tiba-tiba,”

Sebagai aktivis bertubuh  “mungil” sedari dulu,  Cimui memang dikenal  pemberani. Bicaraya pedas, tapi faktanya jelas. Itulah Cimui………….. eeehh Cak Mus.

Berita Lainnya

Index