Penulis: Sahabat Jang Itam
Kuansing - Cukup muda mengenal sosok yang satu ini. Postur tubuhnya tinggi semampai, kurus, dan langsing. Sekarang, kelihatan mulai “padat dan berisi.”
Waktu kuliah di Fakultas Pertanian UNRI, Ijon sapaan akrabnya tergolong aktif dalam pelbagai kegiatan atau organisasi di kampus maupun luar kampus.
Di kampus, Ijon aktif di Senat, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan lainnya. Di luar kampus, ia aktif di Ikatan Pemuda Mahasiswa Kuantan Singingi (IPMAKUSI)
Ketika ada di antara mahasiswa asal Kuantan Singingi yang ragu atau tak peduli, Ijon berada di garis terdepan dalam mendukung pemekaran Kuantan Singingi.
Ucapan sederhana yang sering diucapkannya dalam mendukung pemekaran Kuantan Singingi itu adalah: Kalau tidak sekarang kapan lagi. Kalau bukan kita yang mendukung siapa lagi.
Ijon digelari ajudan “tak resmi” dari Philip sapaan akrab Apriadi Ketua IPMAKUSI. Di mana Philip berada, di situ hampir bisa dipastikan pasti ada Ijon. Mereka bagaikan lem dengan perangko lengket tak terpisahkan.
“Philip hanya percaya sama “si-Tonjang” ini,” ujar rekannya di IPMAKUSI, Budi Pulau Dore yang memanggil Ijon dengan sapaan si-Tonjang. Artinya tinggi semampai bagaikan tiang televisi. Hahahaha.
Selesai kuliah di UNRI, Ijon bergabung dengan Organisasi Kepemudaan dan Olahraga di Provinsi Riau seperti Pemuda Pancasila, AMPI, KNPI, KONI, dan lainnya. Seleranya agak tinggi. Jika kawan-kawan seperjuanganya “main” dilevel Kabupaten, Ijon malah “main” dilevel Provinsi
Ia juga bergabung dengan Partai Golkar dan duduk dalam keperngurusaan DPD Patai Golkar Provinsi Riau. Beberapa kali ia daftar jadi Calon Legislatif (Caleg) untuk DPRD Riau tapi masih gagal.
Namun Ijon kelihatannya tidak trauma, apalagi putus asa. “Kegagalan merupakan sukses yang tertunda,” katanya tersenyum.
Namun _sama_ dengan kebanyakan pentolan IPMAKUSI lainnya, setiap ada acara HUT Kabupaten Kuantan Singingi, Ijon tak pernah mendapat undangan. “Dikabari saja tidak, apalagi diundang,” ujarnya.
Padahal dulu, Ijon aktif membantu persiapan pemekaran Kuantan Singingi. Ia ikut mengantarkan surat undangan rapat kepada tokoh perjuangan dan aktif dalam setiap rapat pemekaran Kuantan Singingi. Sekarang setelah puluhan tahun Kuantan Singingi mekar, terlupakan atau dilupakan.
“Biarlah semua itu menjadi amal,” jelasnya.
-----------------
Marwan: Jadi Kades, Gagal Caleg
-----------------
NAMANYA Marwan. Beken dipanggil BUJANG SUCI WAN PUTRA PALOSU Diwaktu Aliansi Reformasi Inhu (ARI) melakukan aksi demo ke Rengat tahun 1998, dia Kordinator Lapangan (Korlap) Demo dari Kecamatan Pangian.
Penampilannya nyentrik bagaikan “seniman senen” . Dia dijuluki juga “Chairil Anwar”nya mahasiswa ketika itu. Waktu unjukrasa ke Rengat puisinya yang berjudul ‘Ruchiyat Saefudin itulah yang membuat heboh.
Marwan berani mengkritisi Bupati Inhu saat itu melalui puisi-puisi yang dikarangnya. Bisa dibaca di Buletin Elang Pulai, kalau arsipnya masih ada. Buletin yang diasuh Marwan itu konon tersebar hingga ke Jakarta, Jogja dan Solo dan selalu ditunggu kehadirannya oleh masyarakat asal Pangian di perantauan.
Marwan merupakan pengarang sekaligus Pimpinan Redaksi Buletin Elang Pulai yang diterbitkan Ikatan Pemuda Remaja Pangian (IPERPA) di Pekanbaru.
Usai menamatkan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru dia sempat berwiraswasta. Pulang kampung waktu masih bujangan sempat menjadi _Kepala Desa_ (Kades) di Desa Pauangit, Pangian selama satu periode (enam tahun).
Kemudian Marwan nikah dengan gadis pilihannya di Desa Sekaping, Pangian. Oleh masyarakat setempat, Marwan dipercaya menjadi Kades satu periode di Desa Sekaping.
Setelah itu dia terjun ke Politik. Pilihannya jatuh ke PAN. Sempat ikut jadi caleg PAN 2009, namun gagal. Kemudian gabung dengan PDIP dan ikut caleg 2019 kembali gagal.
Sekarang dia focus ke kebun. “Kami kini (mantan pejuang sekaligus pengurus IPMAKUSI) banyak nan pergi ke hutan. Orang lupa dengan perjuangan kami dulu. Nasib kamilah di kampung berginillah,” ujar Budi rekan seperjuangan Marwan.
-----------------
Musliadi: Cimui atau Cak Mus
Rekan-rekannya di Ipmakusi memanggil Musliadi dengan CIMUI Entah mengapa pula ketika duduk sebaga wakil rakyat namanya dipanggil Cak Mus.
Panggilan Cak itu terutama di Jawa Timur merupakan panggilan kepada lelaki yang dianggap lebih tua atau dituakan. Cimui mungkin satu-satunya putra asli kelahiran Kecamatan Cerenti sampai sekarang yang dipanggil Cak.
Namun panggilan Cak itu tak perlu diperdebatkan. Jika yang dipanggil Cak itu senang, tak ada masalah. Lain halnnya jika sebaliknya. Cimui tampatnya nyaman dengan panggilan Cak Mus itu.
Sedari kuliah di IAIN Susqa Pekanbaru, jiwa petualang Cimui memang sudah kelihatan. Penampilannya yang nyentrik dengan postur tubuh yang agak pendek dibandingkan dengan aktivis mahasiswa lain membuatnya mudah dikenali.
Usai kuliah du IAIN Susqa, Cimui bergabung bersama seniornya M. Dunir dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai ini pula yang mengantarnya duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Kuantan Singingi selama dua periode. Sementara seniornya M. Dunir tak sampai satu periode duduk di DPRD Provinsi Riau.
Tahun 2019, Cimui mencoba bertarung/maju di DPRD Provinsi Riau Daerah Pemilihan Kabupaten Kuantan Singgingi dan Indragiri Hulu namun gagal. “Dalam perjuangan politik menang dan kalah itu biasa. ”katanya memberi alasan.
Namun Cimui tak akan pernah menyerah. Lelah boleh, menyerah jangan. “Kemenangan itu harus diperjuangkan, bukan tiba-tiba,”
Sebagai aktivis bertubuh “mungil” sedari dulu, Cimui memang dikenal pemberani. Bicaraya pedas, tapi faktanya jelas. Itulah Cimui………….. eeehh Cak Mus.