Penulis : Team Sahabat Jang Itam
Pekanbaru - Banyak orang yang memplesetkan Universitas Riau (UNRI) dengan sebutan “Universitas Kuantan”. Itu didasari karena sedari dulu banyak orang asal Kuantan yang menjadi tenaga pendidik (dosen), non pendidik (tenaga adminitrasi), dan mahasiswa di Unri.
Itu dulu, Sekarang?
Terlepas benar atau tidak kalimat itu rasanya tak perlulah kita diperdebatkan saat ini. Selain menguras energi tak elok pula dibesar-besarkan. Biarlah..
Namun sejarah mencatat, ada seorang tokoh pendidik asal Kuantan Singingi yang namanya sangat “melegenda” di Unri. Yakni: Prof. Dr. Muchtar Lutfi.
Muchtar Lutfi adalah rektor pertama di perguruan tinggi negeri yang berdiri sejak 1962 itu. Ia juga putra Kuantan Singingi pertama yang menjabat sebagai rektor di Universitas Riau. Berikutnya baru Dr. MOHAMAD DIAH, M.Ed (1993-1997) asal Teluk Pauh, Pangian dan Prof. Dr. ARAS MULYADI, D.E.A (2014-2018 dan 2018-2022) asal Simandolak, Benai.
Sebagai pendidik karir Muchtar Lutfi memang lebih dikenal ketika ia mulai mengajar di Unri tahun 1964. Namun jauh sebelum mengabdi di Unri, ia sudah mengajar di SGB Telukkuantan.
Di SGB, ia sama-sama mengajar dengan Samad Thaha asal Benai, Intan Djuddin asal Simandolak, Moehamad Noer Raoep asal Baserah, M. Yusuf dan lainnya.
Kelak kawan seperjuangannya itu ikut mewarnai perjalanan Provinsi Riau dari waktu ke waktu. Samad Thaha misalnya pernah menjadi anggota DPR/MPR-RI dari Golkar. Begitu juga Intan Djuddin pernah jadi anggota DPRD Riau dari Golkar.
Sementara Moehamad Noer Raoef pernah menjadi Assiten Wedana di Kuantan Hilir, Karimun, dan Daik-Lingga serta jadi Wedana di Kuantan dan Selatpanjang. Ia juga pernah jadi Kepala Biro Umum di Kantor Gubernur Riau, Pelaksana Tugas Bupati Indragiri Hilir, dan Residen (Pembantu Gubernur) di kantor Gubernur Riau.
Di SGB ini pulak kelak anak-anak muridnya mengikuti jejaknya sebagai dosen di Unri. Sebut saja Prof. Drs. H. Suwardi MS asal Sentajo dan Drs. H. Anwar Syair asal Simandolak. Sementara muridnya yang lain Soemardhi Thaher asal Pulau Busuk, Inuman memilih jenjang birokrasi dan jadi politisi.
Soemardhi Thaher pernah menjabat Kepala Dinas P dan K Kotamadya Tk. II Pekanbaru, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Terakhir anggota DPD-RI Daerah Pemilihan Riau (1999-2004).
Ketika mulai mengajar di IKIP Jakarta Cabang Pekanbaru yang kini menjadi FKIP Unri tahun 1964, Muchtar Lutfi pernah menjabat Ketua Jurusan (1967 – 1969), Dekan Muda (1967 – 1969). Kemudian ia pernah jadi Pembantu Rektor III (1967 – 1969), Pembantu II Presidium (1969 – 1973), Wakil Rektor (1973 – 1974), Wakil Ketua Presidium (1974 – 1976), Pembantu I Presidium (1974 – 1976), dan Rektor (1980 – 1984 dan 1985 – 1989).
Sementara gelar Guru Besar atau Profesor diraih Muchtar Lutfi di Unri pada 1986. Dia adalah Guru Besar pertama di Unri dan Guru Besar pertama asal Kuantan Singingi yang namanya kini tercatat dalam sejarah perjalanan Unri dan masyarakat hingga kini.
Pendirian Unri bermula dari keinginan masyarakat dan Pemerintah Daerah Riau untuk memiliki perguruan tinggi Negeri. Keinginan ini diwujudkan dengan membentuk Panitia Persiapan Perguruan Tinggi Riau (P3TR) di Tanjung Pinang.
Namun pada 20 Januari 1959 melalui Surat Keputusan dengan No. Des 52/1/44-25 akhirnya ditetapkan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau sekaligus memperoleh status baru sebagai Kotamadya Daerah Tingkat II, maka panitia P3TR dipindahkan ke Pekanbaru.
Diantara pelopor pendirian Unri itu adalah dua Gubernur Tk. I Riau: Mr. SM Amin (1958-1960) dan Kaharuddin Nasution (1960-1966), Walikotamadya Tk. II Pekanbaru Datuk Wan Abdurrahman(1946-1950 dan 1959-1962), Soeman HS, dan Drs. Sutan Bala.
Dari usaha keras kepanitiaan P3TR itu dibentuklah Yayasan Universitas Riau, maka lahirlah perguruan tinggi yang diberi nama Universitas Riau disingkat UNRI pada 25 September 1962. Pendirian ini diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Indonesia No.123 tanggal 20 September 1963 berlaku sejak 1 Oktober 1962.
Surat keputusan itu ditandatangani Thojib Hadidwidjaja selaku Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Indonesia pada Kabinet Kerja III pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno.
Pada saat berdiri 1962, Unri punya dua fakultas, yaitu: Fakultas Ketataniagaan dan Ketatanegaraan (FKK) dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Pada 1963 dibuka pula Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA). Kemudian pada 1964 didirikan: Fakultas Perikanan, sehingga lengkaplah Unri sebagai sebuah universitas dengan dua fakultas eksakta dan tiga non-eksakta.
Pada 1964 juga FKIP UNRI memisahkan diri dan menjadi IKIP Jakarta Cabang Pekanbaru. Namun pada 1968 IKIP kembali bergabung dengan Unri dan dilebur menjadi dua fakultas: masing-masing Fakultas Keguruan (FK) dan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), sehingga saat itu Unri memiliki enam fakultas.
Pada 1981 dibuka pula Fakultas Non Gelar Teknologi (FNGT) dengan jurusan Penyuluhan Pertanian dan Teknik sipil. FNGT menjadi cikal bakal Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknik.
Pada 1983 FK dan FIP disatukan menjadi FKIP. Pada 1991 FNGT ditutup dan dibuka Fakultas Pertanian dan akhimya pada 1994 berdirilah fakultas yang ketujuh, yaitu Fakultas Teknik.
Dari catatan berbagai sumber, lembaran sejarah perguruan tinggi negeri pertama di Riau ini terus mengalami perubahan-perubahan. Baik struktur dan bentuk maupun personalnya. Sejak berdiri (1962) hingga 1978 Unri memakai sistem presidium.
Tercatat tokoh-tokoh yang pernah duduk sebagai ketua presidium dua orang yang pernah menjabat sebagai Gubernur Riau: Kaharuddin Nasution (1962-1967) dan Arifin Achmad (1967-1978).
Sejak 1978 hingga 1980 Unri dapat dikatakan sebagai masa peralihan dari sistem presidium kepada sistem rektor. Syahdan, ditunjuklah Drs. M. Farid Kasmy sebagai Pejabat Sementara Rektor Unri. Baru pada 1980 Unri mempunyai rektor definitif yakni Prof. Dr. Muchtar Lutfi (1980-1984 dan 1985-1989)
Kemudian berturut-turut Rektor Unri adalah: Prof. Drs. M. Bosman Saleh, M.B.A (1989-1993), Dr. Mohammad Diah, M.Ed (1993-1997), Prof. Dr. Muchtar Ahmad, M.Sc (1997-2012 dan 2012-2006 ), Prof. Dr. Ashaluddin Jalil, M.S (2006-2010 dan 2010-2014), dan Prof. Dr. Aras Mulyadi, D.E.A (2014-2018 dan 2018-2022), dan Prof. Dr. Sri Indarti, S.E., M.Si (2022-2027).
Hingga 2023 atau 61 tahun perjalanan Unri, lingkar akademik dan pencapaian Unri telah berkembang secara signifikan. Dari hanya memiliki dua fakultas saja pada 1962 kini Unri telah memiliki 10 fakultas.
Yakni: keguruan dan ilmu pendidikan, matematika dan ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial dan politik, perikanan dan kelautan, ekonomi, pertanian, teknik, hukum, kedokteran dan keperawatan.
Unri kini memiliki 25 jurusan untuk jenjang Program Magister (S-2) dan 4 Jurusan di Program Doktoral (S-3).
Pada 2015 Unri menempati peringkat ke-15 dari seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia, pemeringkatan berdasarkan kombinasi QS World University Rankings dan webometrics. Lembaga ini, menempatkan Unri peringkat ke-2 Perguruan Tinggi yang ada di Sumatra.
Pada 2018 jelang milad ke-56, Unri berhasil meraih akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (BAN-PT). Unri juga kampus pertama di Provinsi Riau memiliki pojok statistik yang diresmikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik RI Margo Yuwono pada 19 Mei 2022.
Unri senantiasa memainkan peranan menggalakkan pembangunan, memberikan sumbangan perkembangan sosial, ekonomi, dan intelektual, untuk kemajuan bangsa. Unri juga melibatkan diri dalam proyek-proyek kemasyarakatan, baik dilakukan sendiri maupun menggalang kerja sama dengan pemerintah dan swasta.
Muchtar Lutfi juga salah seorang perintis pendirian Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru pada 1982. Unilak yang berada dibawah naungan Yayasan Pendidikan Raja Ali Haji melengkapi perguruan tinggi swasta yang berdiri sebelumnya yakni Universitas Islam Riau (UIR) pada 4 September 1962 bertepatan dengan 23 Zulkaidah 1382 H dibawah Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Riau.
Di Unilak, Muchtar Lutfi pernah menjadi Pjs. Rektor (1988 – 1989) dan Rektor (1989 – 1993). Kemudian sejumlah Rektor yang melanjutkan estafet kepemimpinannya di Unilak diantaranya adalah: Dr. Ir. Irwan Effendi, M.Sc (1997-2011 dan 2011-2015), Dr. Hasnati, S.H., M.H (2015-2019), dan Dr. Junaidi, S.S., M.Hum (2019-2023).
Unilak dengan motto “Unggul dengan SDM Berdasarkan Budaya Melayu di Dunia” memiliki ribuan mahasiswa. Mereka tersebar disembilan fakultas yaitu: Ilmu Administrasi, Ekonomi, Teknik, Pertanian, Hukum, Ilmu Budaya, Kehutanan, Ilmu Komputer dan Keguran Ilmu Pendidikan serta dua program Pascsarsarjana yaitu: Magister Manajemen dan Magister Hukum.
Dua pimpinan Kuantan Singingi: Andi Putra dan Suhardiman Amby merupakan alumni pascasarjana di Unilak. Andi Putra di Magister Hukum, Suhardiman di Magister Manajemen.
Unilak merupakan salah satu kampus swasta di Riau yang sudah berakreditasi B untuk seluruh Program Studi dan terakreditasi A untuk Fakultas Hukum. Berbagai fasilitas tersedia dikampus ini diantaranya lapangan bola, basket, voli, jogging track, asrama mahasiswa, perpustakaan, labor, dan lain lain.
Muchtar Lutfi lahir di Baserah, 16 Juli 1936 dari pasangan *M. Nur dan Hj. Lingai, Terlahir sebagai anak kedua dari Tiga saudara. Kakaknya Zakat dan adiknya Nursiah.
Menjalani pendidikan Sekolah Rakyat di Baserah tamat 1950, SGB Bengkalis (1953), SGA Padang Panjang (1956), S-1 di FKIP Universitas Indonesia (1964), S-3 Administrasi Pendidikan IKIP Bandung (1979), dan meraih Guru Besar di Unri tahun 1986.
Dari pernikahannya dengan Hj. Atunsiah asal Pulau Busuk Inuman, Muchtar Lutfi punya enam orang anak. Yakni: Andy Mulyadi, S.E., M.Si, Ir. Virgo Trisep Haris, M.T, Rahmita Budiarti Ningsih, S.E., M.Hum, dr. Eka Yuliartiningsih, M.A.R.S, Fatri Marti Ningsih, S.H, dan Dipl. Ing. Barlian Sapta Putra.
Muchtar Lutfi meninggal dunia di RSCM Jakarta pada 19 Maret 1993 dan diikebumikan di Pekanbaru. Sebagai bukti eksistensinya, namanya kini dilekatkan di Gedung Pustaka Daerah Kabupaten Kuantan Singngi pada 31 Mei 2021 oleh Mursini sebelum mengakhiri jabatannya sebagai Bupati Kuantan Singingi.
Pemberian nama Muchtar Lutfi sebagai nama gedung pustaka tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Kuantan Singingi No. 109/V/2021 tertanggal 11 Mei 2021 yang ditandatangani oleh Bupati Drs. H. Mursini, M.Si pada 31 Mei 2021. Selain itu namanya diabadikan sebagai nama jalan Muchtar Lutfi Unri di Tampan, Kota Pekanbaru, Riau 28292 dan Jalan Muchtar Lutfi di Kuantan Singingi.
Dimata anaknya Rahmita Budiartiningsih, S.E., M.Hum, ayahnya adalah sosok yang disiplin yang selalu mengajarkan kesederhanaan, cinta kasih, dan kepedulian.
"Banyak orang menyebut kami berhasil. Tidak juga, kami tetap menjadi orang yang sesuai dengan kondisi masing-masing.” ujar Rahmita yang juga dosen di FEB Unri.
Rahmita menyebutkan ayahnya mengajarkan kepada kami anak-anaknya terus menjaga silaturahim terutama dengan teman teman dan keluarga, termasuk orang dari Kuantan Singingi.
"Pesan ayah itu kami jaga dan kami jalankan hingga kini," jelasnya.
Muchtar Lutfi memang telah tiada namun namanya tercatat dalam Tinta emas perjalanan dunia pendidikan di Riau.