Penulis: Team Sahabat Jang Itam
Orang sukses mencari jalan.
Orang gagal mencari alasan.
Orang sukses melihat peluang.
Orang gagal melihat kesulitan.
Orang sukses mulai belajar.
Orang gagal mulai protes.
Orang sukses berjuang untuk menjadi bukti.
Orang gagal asyik menunggu bukti.
Orang sukses sibuk memperbaiki diri
Orang gagal sibuk mengomentari
Orang sukses mulai berlari
Orang gagal mulai berhenti
Orang sukses telah menjadi bukti
Orang gagal hanya menanti bukti
Berpikirlah positif maka aura positif akan menyertai
Salam sukses orang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan, rintangan bahkan air mata.
Jangan Pernah jadi manusia instan maunya yang gampang-gampang saja.
Jadilah manusia intan yang sukses karena menikmati proses. Jangan pernah berharap manisnya keberhasilan. Sebelum merasakan kerasnya perjuangan.
Pesan seperti itu selalu disampaikan salah seorang tokoh pejuang dan pendidikan Riau asal Benai, Kuantan Singingi, Drs. H. Samad Thaha. Pesan itu masih diingat dan tak pernah lekang oleh orang-orang yang pernah dekat dengan dirinya.
Samad Thaha adalah sahabat, orang tua, dan guru yang tak pernah menggurui. Pribadi santun dan mengayomi melekat pada dirinya. Berbagai jabatan yang dipegangnya membuktikan kompetensi, profesionalitas, dan kafabilitasnya sebagai tokoh lintas zaman. Tak hanya di Kuantan Singingi, di Riau bahkan juga di Indonesia.
Perjalanan hidup tokoh kelahiran Kenegerian Benai Kabupaten Kuantan Singingi pada 28 Juni 1926 sangat panjang dan berliku. Ia menjalani pendidikan Sekolah Rakyat (1935 -1940), SVU (1940 – 1942), Normaal School (1946-1947), Kursus Guru Bawah (1955), Sarjana Muda (1967-1970), dan Sarjana Lengkap di Unri (1976).
Sedangkan karirnya di dunia pendidikan dimulai ketika jadi guru di Sekolah Rakyat di Teluk Kuantan (1942-1952), Kepala Sekolah Rakyat di Telukkuantan (1952-1954), Kepala Sekolah Guru Bawah di Telukkuantan (1957-1960), Kepala Asrama Pelajar di Tanjungpinang (1959-1961), dan Kepala SMP di Dabo Singkep (1961 -1965).
Ketika menjadi guru itulah Samad Thaha sudah berjuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI. Bersama kawan-kawan seperjuangannya Muchtar Lutfi dan Moehamad Noer Rauf asal Baserah (Kuantan Hilir), Intan Djudin asal Simandolak (Benai), dan M. Yusuf, ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan RI.
Samad Thaha bergabung dengan pasukan “Ular Todung” 1948 di daerah Pucuk Rantau (d/h Kuantan Mudik). Ia bertugas di bagian logistik mengantar makanan kepada pejuang yang melawan Belanda. Berkat perjuangannya itu, ia tercatat sebagai anggota Legiun Veteran RI Provinsi Riau. Ia juga anggota Pembentukan Sumatera Tengah yang ikut dalam pembentukan Provinsi Riau.
Usai melaksanakan pendidikan sebagai Kepala Sekolah SMP di Dabo-Singkep, Samad Thaha ditunjuk menjadi menjadi pejabat di lingkungan Kantor Wilayah Departemen P dan K Provinsi Riau. Sebagai Kepala Inspeksi PUKK (1967-1971), Kepala Bidang Penddikan Menengah Umum (1971-1979), dan Pengawas (1979 – 1980).
Dalam organisasi profesi pendidikan, Samad Thaha pernah menjadi Ketua PGRI Riau (1975 – 1980) dan Wakil Sekretaris Jendral PB PGRI (1985 – 1987). Ia merupakan orang Kuantan Singingi yang duduk dalam kepengurusan inti PB PGRI. Setelah dirinya baru muncul Drs. H. Soemardi Thaher asal Pulau Busuk, Inuman yang pernah menjabat sebagai Ketua PB PGRI (1984-1989) dan Sekretaris Jendral PB PGRI (1989-2004). Terakhir nama Drs. Huzaifah Dadang Abdul Gani, M.Si asal Baserah (Kuantan Hilir) selaku Ketua PB PGRI (2019-2014).
Dalam bidang politik, Samad Thaha merupakan politisi asal Kuantan Singgingi yang pernah menjadi anggota DPR RI (1982-1987) dari Golkar pada era kepemimpinan Presiden Soeharto. Ia adalah anggota DPR RI keempat setelah BUYA Ma'rifat Mardjani dari Partai Perti (1956-1959) asal Lubuk Ambacang pada era Soekarno, KH Umar Usman(1971 – 1976) asal Telukkuantan dan Drs. H. Maridin Arbis (1977-1982) asal Simandolak pada Era Soeharto dan Mafirion asal Jake pengganti antar waktu politikus Partai Kebangkitan Bangsa Lukman Edy (2018-2019) pada era Presiden Jokowi.
Diluar aktivitasnya dibidang organisasi dan politisi Samad Thaha juga bergerak mengembangkan pendidikan melalui yayasan yang dikelolanya. Misalnya meng-inisiasi pendirian dan pembangunan SMA Negeri 450 kini SMA Negeri 1 Telukkuantan yang dulunya dikenal dengan SMA lengkap. Sekolah itu dibangun semasa ia menjabat sebagai Kepala Bidang Pendidikan Menengah Umum pada Kantor Wilayah Departemen P dan K Provinsi Riau.
Lalu bersama dengan Intan Judin dan Musa Jasdi serta tokoh masyarakat mendirikan SMP IV Koto Benai (sekarang SMPN 1 Benai) di bawah naungan Yayasan Pendidikan IV Koto Benai. Usai berjalan baik lalu mendirikan SMA (sekarang SMAN 1 Benai). Terakhir pada 1995 bersama BAKRIE K, B.A. Mantan anggota DPRD Riau, ia mendirikan MDA dan SMK (sekarang bernama SMK Negeri 1 Benai) yang bernuansa Islami dibawahi naungan Yayasan Pendidikan Islam Muttaqin (YPIM) Benai.
Sampai sekarang oleh Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi nuansa islami itu masih tetap dipertahankan, dan menjadikan sekolah tersebut sebagai percontohan. Begitu, SMP, SMA, dan SMK tadi mulai eksis, lantas diserahkan untuk dijadikan sekolah negeri yang dibiayai pemerintah. Untuk pengabdian Samad Thaha di dunia pendidikan pemerintah menganugerahkan Satya Lencana pada 1978.
Dan, segudang aktivitasnya mulai dari guru Sekolah Rakyat sampai pada pendiri dan pengurus yayasan yang menyelenggarakan pendidikan menengah dan tinggi di tanah kelahirannya. Itu adalah bukti cinta terhadap tanah tumpah darah kelahiranya: *BENAI* pada khususnya dan Kuantan Singingi pada umumnya.
Sebagai tokoh masyarakat, ia juga dipercaya menjadi anggota Dewan Penasihat Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. Lalu sebagai Ketua Pengarah Seminar dan Musyawarah Besar Rakyat Kuantan Singingi untuk pembentukkan Kabupaten Kuantan Singingi pada 9-10 Juli 1999 di Telukkuantan.
Ketika Kuantan Singingi dimekarkan jadi Kabupaten, Samad Thaha bersama Prof Drs. H. Suwardi MS mendirikan Yayasan Perguruan Tinggi Kuantan Singingi. Melalui yayasan ini mereka mendirikan dan mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Unggulan Swarnadwipa(STIP-US) dan Sekolah Tinggi Teknologi Unggulan Swarnadwipa (STT-US) di Telukkuantan Kuantan Singingi dengan akta notaris: Tito Utoyo, SH, tanggal 30 Juni 2000, Nomor 92 dan berhasil diperoleh izin tanggal 5 Juli 2001, dengan Nomor Izin: 66/D/O/2001.
Kedua Sekolah Tinggi itu bergabung dengan Yayasan Pendidikan Tinggi Islam Kuantan Singingi menaungi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) menjadi cikal bakal Universitas Islam Kuantan Singingi (UNIKS).
Bagi masyarakat Kuantan Singingi terutama yang berasal dari Benai yang kuliah di Pekanbaru, Samad Thaha merupakan orangtua tempat mengadu apabila ada kesulitan. Bukan hanya masalah kuliah tetapi juga masalah ekonomi. Karena kebanyakan mahasiswa waktu itu berasal dari orangtua yang kurang mampu.
Dari pernikahannya dengan Hj. Fatimah Zainab, mereka memiliki 10 anak orang buah hati yang berkarier dalam pelbagai bidang. Anak, cucu, dan cicitnya kini sudah tersebar diberbagai daerah di Indonesia:
Samad Thaha Meninggal dunia pada Kamis 30 September 2010 sekitar pukul 12.00 WIB di Rumah Sakit Awal Bros, Pekanbaru dalam usia 84 tahun. Dikebumikan di Taman Pemamkan Umum Tobek Sontual Desa Koto Telukkuantan. Kepergianya memberikan kesan mendalam bagi generasi penerusnya.
Gubernur Riau (2003-2008 dan 2008-2013), H. M. Rusli Zainal, S.E., M.P menyebut Samad Thaha salah seorang tokoh Riau yang banyak berjasa untuk daerah Riau. "Pak Samad adalah salah seorang putra terbaik Riau yang patut diteladani. Dia tak pernah lelah berjuang untuk Kuantan Singingi yang dicintainya," jelas Rusli.
Selama masa hidupnya menurut mantan Ketua PGRI Riau Dr, Isjoni Ishaq, M.Si mengatakan Samad Thaha adalah tokoh panutan para guru. Hal itu dibuktikan dengan kedekatannya para guru. Tidak membeda-bedakan guru dari berbagai kalangan, semua dinilainya sama.
"Selalu mendengar dan menghargai pendapat orang lain, tidak pernah membantah, apalagi menidakkan. Semuanya itu dilakukannya," kenang Isjoni sembari mengatakan dikalangan pendidik dan non pendidik, Samad Thaha dikenal dengan keramahannya.
Dimata teman seperjuangan dalam pemekeran Kabupaten Kuantan Singingi. Ir Mardianto Manan, MT sosok Samad Thaha sangat kebapakan, santun, dan penyayang. “Pak Samad Thaha tak pernah berkata kasar pada kami sewaktu sama-sama duduk jadi panitia pendirian pemekaran Kabupaten Kuantan Singingi,” ujarnya.
Lalu ketika ditanya kisah duka bersama Samad Thaha, Mardianto langsung mengisahkan perjalanan mereka dan rombongan selama satu hari dua malam ke Jakarta. Kami berangkat ke Jakarta naik bus Lorena dari Wisma Narasinga Jl. Diponegoro, Pekanbaru. Sesampai di Jakarta beliau jadi guide kami. Atas jasa hubungan baik beliaulah kami bisa nginap gratis di Gedung Guru, Jakarta yang berada di Gambir dan Tugu Monas.
“Kami jalan bersama dan Pak Samad Thaha menceritakan nostalgianya ketika jadi anggota DPR/MPR dan Pengurus PB PGRI. Saya termotivasi mengikuti perjuangan beliau. Bagi saya beliau adalah orang tua, guru, dan sahabat dalam suka duka kendati umur kami terpaut jauh,” ujarnya.
“Saya masih ingat pidato perlawanan ingin merdeka dari Indragiri Hulu berjudul: "membangkit batang terendam."Pidato itu dibacakannya berapi api di depan Gubernur Riau Saleh Jasit dan Bupati Indragiri Hulu Ruchiyat Saeuddin di Balai Adat Kuantan Singingi pada Mubes Masyarakat Kuantan Singingi tahun 1999 disambut riuh rendah warga,” ujar anggota DPRD Riau dari PAN ini.
“Waktu itu air mata saya juga ikut berderai. Saya kehabisan kata-kata menyampaikan pujian kepada orang yang saya cintai sekaligus sayangi itu,” tambahnya.
Menurut Mardianto Manan, suara Samad Thaha memang pelan ketika menjelaskan keperihan Kuantan Singingi, Dan meledak-ledak ketika ingin mendirikan pemekaran Kuantan Singingi. “Kuantan bagaikan surga nan menghasilkan segala. Ke sungai berbuah pasir ke rimba berbuah kayu,” katanya seperti diingatkan oleh Mardianto Manan.
Samad Thaha memang telah tiada. Tapi nama baik dan jasanya takkan dilupakan.